Minggu, 06 Maret 2011

Pekik Perhatian Iwan Fals bagi Nias

onohulo.blogspot.com — Setelah berbagai kesenian digelar selama dua jam, mulai pukul 14.30 WIB, Minggu 6 Juni 2010, Iwan Fals muncul di lapangan Pelita sebagai pengisi puncak acara gelar budaya “Nias Bangkit”. Kemunculan Iwan berbarengan dengan turunnya hujan deras di kota Gunungsitoli, Sumatera Utara, yang beberapa hari terakhir diterpa angin dari Teluk Bengala, India, sehingga mendatangkan awan hujan.

Sebelum tampil, Iwan mengakui keberanian Delasiga sebagai panitia yang menampilkan sejumlah kesenian tradisional, seperti tari Tuwu, tari Moyo, Folaya Bagowasa, Maau Maru, Manaho, Hombo Batu, Perang Mainaya, musik tradisi Nduri Danga, dan kesenian Hoho. Iwan mengatakan semestinya acara serupa ini dipererat sehingga masyarakat bisa mengenali dirinya kembali melalui seni tradisi sebagai acara budaya mereka sendiri.
“Fona Marundrury yang telah mengeluarkan banyak biaya dan tenaga untuk menyelenggarakan acara ini,” ucap Iwan menyebut nama penyandang dana asal Nias yang kini telah bermukim di Jakarta.
Iwan membuka pertunjukan dengan lagu “Belum Ada Judul”. Ia tampil sendiri bertelanjang kaki di atas panggung. Kehadiran Iwan langsung disambut meriah oleh ribuan penonton yang sebelumnya meneriakkan namanya, “Iwan! Iwan!”
Sambil memanggil anggota bandnya yang terdiri dari Totok Tewel (lead guitar), Herry Buchaeri (bas), Eddy Darome (keyboard), dan Denny (drum), Iwan memimpin personel bandnya menyanyikan intro lagu “Badut”.
Kendati berkali-kali penggemarnya meminta lagu “Bento”, Iwan dengan tertib membawakan lagu-lagu lawasnya seperti “Sumbang”, Oh Ya”, “Mimpi Yang Terbeli”, “Pesawat Tempur”, “Yang Terlupakan”, dan “Aku Sayang Kamu”.
Untunglah memasuki lagu ketiga, perlahan-lahan hujan reda sehingga para penonton yang semula berteduh di bawah panggung bergabung kembali dengan sekian ribu penonton lainnya yang tetap setia berbasah-basah.
Menjelang lagu “Surat untuk Wakil Rakyat”, Iwan mengajak penonton untuk menjaga peninggalan para leluhur Nias berupa batu-batu Megalith, rumah-rumah adat, dan kesenian tradisi yang usianya telah ribuan tahun.
“Sabtu, 5/6/2010, saya berkunjung ke Nias Barat. Di sana saya melihat batu-batu Megalith dan rumah-rumah adat. Tolong semua itu dijaga. Itulah jiwa kita dan roh kita. Kepada para wakil rakyat, tolong lindungi warisan budaya tersebut yang telah ada jauh sebelum republik ini ada.”
Yang menarik, saat interlude lagu “Wakil Rakyat”, musik batu dan tari perang tampil berkolaborasi dengan Iwan di panggung. Vokalis Nduri Danga pun melengkapi komposisi ini dengan eloknya. Kolaborasi ini berlanjut hingga lagu “Cintaku”.
Memasuki lagu “Oemar Bakrie”, hujan kembali turun dengan lebat sehingga sebagian penonton pun berteduh di sudut-sudut stadion. Hingga Iwan mengakhiri konsernya dengan lagu “Bento”, hujan dan angin terus mengguyur Stadion Pelita sehingga lapangan berkubang bagaikan sawah. Pertunjukan berakhir tepat pukul 18.30.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar